Dimanakah Allah?
Bunga Rampai Dialog Iman-Ihsan
Oleh: KH. A. Nawawi Abd. Djalil
Tebal: 232 halaman, hard cover
Penerbit: Pustaka Sidogiri
Harga: Rp. 70.000,-
Setiap orang wajib mengetahui Tuhannya. Mengenai sejauh mana dia mengetahui, dan dengan cara apa dia mencapai pengetahuan itu, hal itu masih terdapat tahapan-tahapan tertentu.
Menurut Imam al-Ghazali, tingkat iman itu ada tiga: Imannya orang awam, imannya al-mutakallimîn (teolog), dan imannya al-‘ârifîn (orang-orang yang makrifat). Imannya orang awam adalah iman taklid, mereka beriman karena terpengaruh oleh kepercayaan yang tertanam di lingkungan sosialnya, atau karena mengikuti tokoh- tokoh yang ia yakini kepastiannya. Sedangkan imannya al-mutakallimîn adalah kepercayaan yang disertai dalil nalar. Ibarat orang yang mendengar suara Fulan di dalam sebuah rumah, lalu ia berkesimpulan dan meyakini Fulan ada di dalam rumah itu.
Dan yang paling tinggi adalah imannya al-‘ârifîn, yaitu iman yang musyâhadah bi-nûril yaqîn (menyaksikan melalui cahaya keyakinan). Ibaratnya, ia tidak hanya mendengar suara Fulan dari balik tembok, tapi ia masuk ke dalam rumah itu dan melihatnya secara langsung. Yang terakhir inilah yang disebut ihsân, atau keyakinan yang disertai dengan tahap-tahap musyâhadah.
Dalam buku ini, KH. A. Nawawi Abd. Djalil menjawab berbagai pertanyaan akidah dari umat muslim dalam dua pola iman itu. Umumnya, pertanyaan itu mengarah pada ilmu kalam atau teologi yang menggunakan pola nalar. Tapi, ada sebagian yang mengarah pada tasawuf, atau iman dengan pola dzauq (perasaan), yang merupakan pengantar utama menuju iman musyâhadah.
seharusnya judul tidak seperti itu. perkataan bahasa arab Aynallah? tidak boleh diterjemahkan kedalam bhs indonesia karena bisa menyebabkan orang salah faham dan bahkan bisa menyebabkan seseorang memiliki keyakinan yang sesat; meyakini adanya tempat bagi Allah, dan ini jelas sangat bertentangan dengan akidah sunni
ReplyDelete